Lagu Nasional

NYIUR HIJAU

Powered by mp3crop.com

Objek Arsitektur ditinjau dari Firmitasnya (1)


UMA BOKULU
SUMBA - NUSA TENGGARA TIMUR


  Pulau Sumba merupakan sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Luas wilayahnya 10.710 km², dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat.

  Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini sendiri terdiri dari empat kabupaten: Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota terbesarnya adalah Waingapu, ibukota Kabupaten Sumba Timur. Kota tersebut juga terdapat bandar udara dan pelabuhan laut yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia seperti Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.

  Sebelum dikunjungi bangsa Eropa pada 1522, Sumba dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Sejak 1866, pulau ini dikuasai oleh Hindia-Belanda dan selanjutnya menjadi bagian dari Indonesia. Masyarakat Sumba secara rasial merupakan campuran dari ras Mongoloid dan Melanesoid. Sebagian besar penduduknya menganut kepercayaan animisme Marapu dan agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Kaum muslim dalam jumlah kecil dapat ditemukan di sepanjang kawasan pesisir.

  Marapu adalah kepercayaan masyarakat Sumba yang menganut sistem kepercayaan yang bersumber pada anismisme dan dinamisme. Masyarakatnya meletakan pemujaan roh leluhur sebagai komponen utamanya dalam setiap kegiatan keagamaannya. Mereka percaya bahwa para leluhur yang telah meninggal, hidup bersama dengan para dewa dan masih dapat berhubungan dengan masyarakatnya untuk memberikan perlindungan dan berkah. Marapu dapat berupa jelmaan benda, hewan, manusia, atau pun batu pujaan.

  Pola kepercayaan Marapu cukup banyak memberikan pengaruh ke dalam arsitektur rumah adatnya. Perwujudan tersebut berupa tersedianya ruang pemujaan di sudut yang berseberangan dengan pintu utama rumah, disebut dengan mata Marapu atau penabakul. Salah satu tiang yang menjadi penyangga utama rumah juga menjadi sarana untuk berhubungan dengan marapu, dinamakan pongga bokolo (di Kampung Tossi dan Waikahumbu), pongga lakatakung (di Ratenggaro), atau uratu (di Rindia Sumba Timur). Kepercayaan masyarakat Sumba bahwa dunia memiliki 3 tingkatan kehidupan juga terepresentasikan dalam bagian-bagian rumahnya, meliputi :

1.    Bagian atap menara   : Uma deta yang melambangkan dunia atas (dunia para dewa)
2.    Ruang dalam rumah   : Uma bei sebagai tempat kehidupan manusia.
3.    Kolong rumah           : Kali kambunga sebagai tempat hewan. 

Sumber : Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 17, 2005

Masyarakat Sumba juga mempercayai bahwa dunia terbagi ke dalam 7 lapisan yang kemudian tergambarkan pada 7 lapis ikatan gording yang terdapat pada menara.
Sumber : Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 17, 2005

  Masyarakat Sumba hidup dalam sebuah keluarga besar yang disebut dengan Kabisu (keluarga besar). Kaum tua di sana sangat dihormati dan menjadi kaum yang menentukan. Masyarakatnya terikat akan kewajiban untuk saling membantu dalam setiap upacara agama, pernikahan, dan kematian.

  Bumi menurut mereka terbagi menjadi 6 lapisan dan diwujudkan dalam tata ruang rumah adatnya, yaitu :
1.         Uma dalo        : loteng tempat menyimpan bibit dan bahan makanan
2.         Pedambahano : loteng panas di atas perapian
3.         Pedalolo          : loteng tempat menyimpan makanan sehari-hari
4.         Katendeng      : tahta untuk duduk dan tidur penghuni rumah
5.         Tabolo             : balai pertemuan
6.         Katonga tana : balai untuk pijakan kaki sebelum memasuki rumah

  Masyarakat Sumba dengan rumah atap menara yang menjulang tinggi, dibangun di kampung adat diyakini bahwa semakin tinggi atap rumah semakin dekat dengan Sang Ilahi. Rumah adat adalah rumah besar yang terdapat pada kampung adat, sedangkan bentuk rumah di luar kampung adat umumnya tidak bermenara yang disebut Uma Kumudulu atau rumah gundul. Ukuran rumah dan menara serta letak sudah ditentukan oleh kepala adat, dan setiap tahun di dalam rumah tersebut mereka selalu membahas adat.  Pada rumah adat di tengah-tengah selalu terdapat perapian dan tiang-tiang pada rumah adat mempunyai jabatan tersendiri, dan tiang-tiang itu dimiliki oleh satu orang.

  Uma Bokulu merupakan rumah adat daerah Sumba yang tersusun atas tiga bagian, yaitu menara rumah, badan rumah, dan kolong rumah. Struktur dan konstruksi dari uma bokulu ini dapat dijelaskan di tiap bagiannya sebagai berikut :

1.        Menara Rumah (kawuku uma)


Menara ini merupakan tempat khusus para marapu, arwah leluhur , dan arwah sanak keluarga yang telah meninggal. Di bagian ini, arca-arca marapu leluhur, alat-alat perhiasan penghuni rumah, dan benda-benda warisan disimpan. Pada bagian ini pula, makanan pilihan disimpan untuk dipersembahkan kepada marapu.

Tinggi menara Uma Bokulu mencapai 20 meter bahkan dapat lebih. Pada bagian puncaknya terdapat balok kayu yang kedua ujungnya berupa patung ukiran kayu yang menyimbolkan perempuan dan laki-laki. Kerangka atap berupa bambu bulat dan penutup atap menggunakan rumput ilalang atau jerami. Material penutup atap ini dipasang dengan metode ikat, yaitu dengan menggunakan tali rotan. Kerangka setinggi itu dapat berdiri kokoh karena disangga oleh empat buah tiang utama di bawahnya, yang berada pada badan hingga kolong rumah.





2.        Badan Rumah (Nataun)

Uma Bokulu merupakan rumah adat berbentuk rumah panggung. Badan rumah ini berperan sebagai lantai kedua dari bangunan, tepatnya di atas kolong bangunan. Kekuatan bangunan ini terletak pada empat tiang utama berupa batang kayu gelondongan berukuran raksasa yang disebut dengan kambaniru ludungu. Susunan keempat tiang ini berhubungan dengan batang-batang bambu sebagai balok membentuk struktur post and lintel. Antara tiang kayu dengan batang-batang bambu ini disambungkan dengan sambungan pasak tanpa bantuan paku sama sekali. 


 Keempat tiang utama membentuk sebuah ruang yang digunakan sebagai dapur dan diletakkan meja makan di bagian depannya. Oleh penghuninya, asap yang dikeluarkan dari aktivitas di dapur tetap dijaga mengepul karena bertujuan untuk mengawetkan material pembentuk rumah ini. sementara itu, di sekitar tiang utama terdapat 36 tiang pendukung yang disebut dengan kambaniru. Susunan tiang-tiang penyangga ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Sumber : Materi Kuliah Arsitektur Nusantara dan Asia AR2131 ITB

Uma Bokulu terdiri atas 6 lantai di mana kerangka lantai dan dindingnya terbuat dari batang bambu dan kayu bulat. Bambu pada lantai disusun dengan menyisakan celah-celah sebagai media sirkulasi udara. Karena itu penghuni yang ada di dalam tidak akan merasakan udara yang panas. Penghadiran celah-celah ini pula memberikan keuntungan bagi penghuni karena kebersihan lantai terjaga akibat debu-debu yang jatuh ke lantai diteruskan ke bagian kolong melalui celah tadi.



Diunduh 3 November 2012 Pukul 12.14

Diunduh : 5 November 2012 Pukul 23.19

Keunikan dari proses pendirian Uma Bokulu ini adalah berusaha memanfaatkan material yang tersedia apa adanya. Seperti pada gambar di atas, tiang-tiang kayu yang digunakan bisa saja melengkung karena memang kayu yang tersedia berbentuk demikian. Tapi karena struktur yang kuat, walaupun dengan bentuk tiang melengkung, Uma Bokulu tetap mampu berdiri dengan kuat.

1.        Kolong Rumah
Kolong rumah adalah bagian terbawah dari rumah sumba. Bagian ini digunakan sebagai kandang ternak, penyimpanan kayu bakar, dan terkadang digunakan sebagai tempat untuk menenun kain. Pondasi rumah dapat ditemukan pada bagian kolong ini. Uma Bokulu memiliki kesamaan seperti pada rumah-rumah adat lainnya. Pondasi yang digunakan ditempatkan di atas permukaan tanah, sebuah bentuk penyesuaian bangunan terhadap bencana gempa. Pondasi yang diletakan di atas permukaan tanah, atau yang lebih biasa dikenal dengan pondasi umpak ini merupakan tempat tiang-tiang penyangga rumah untuk bersandar di atasnya. 



Diunduh 5 November 2012 Pukul 23.25



Daftar Pustaka

Materi Kuliah Arsitektur Nusantara dan Asia AR2131 ITB
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 17, 2005

Diunduh : 5 November 23.25

Diunduh 3 November 2012 Pukul 12.14

Diunduh : 5 November 2012 Pukul 23.19

Diunduh 4 November 2012 Pukul 20.07

Diunduh : 4 November 2012 Pukul 10.33


Diunduh 5 November 2012 Pukul 16.59

Diunduh 3 November 2012 Pukul 17.42
http://purbolaras.wordpress.com Diunduh : 4 November 2012 11.04

Diunduh : 2 November 2012 Pukul 22.13

Diunduh : 3 November 2012 Pukul 13.10

Diunduh 3 November 2012 Pukul 17.35

Diunduh 3 November 2012 Pukul 17.38












0 komentar:

Posting Komentar