Lagu Nasional
SIWALUH JABU
DESA LINGGA - KARO - SUMATERA UTARA
http://www.indonesian-tourism.info/2012/06/batak-karo-traditional-house.html tanggal unduh : 2 November 1992 06.19 |
Desa Lingga merupakan sebuah desa yang terletak sekitar 4,5 km dari Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Desa tersebut berada pada ketinggian 1300 m dari permukaaan laut dengan luas 2624 Ha2. Desa Lingga berbatasan dengan Desa Surbakti di sebelah Utara, Desa Kacaribu di sebelah Selatan, desa Kaban di sebelah Timur, dan Desa Nang Belawan di sebelah Barat. Pola pemukiman di wilayah ini adalah pola menyebar mengikuti jalan raya. Penduduk desa ini berjumlah kurang lebih 2.900 jiwa dengan 793 kepala keluarga.
Pembentukan rumah adat di wilayah ini dimulai kurang lebih 200 tahun silam. Pada awalnyam masyarakat hanya membangun gubuk-gubuk kecil yang disebut Barung atau Sapo. Letak gubuk ini menyebar dan akhirnya terciptalah suatu kawasan permukiman. Bertambahnya jumlah penduduk baik dari jumlah kelahiran maupun pendatang, maka muncullah suatu gagasan untuk membangun suatu rumah besar yang mampu menampung banyak keluarga di dalamnya serta kuat dan tahan lama. Rumah ini nanti diharapkan juga mampu menjaga keamanan penghuninya baik dari gangguan hewan buas maupun ancaman dari pendatang yang berniat buruk. Akhirnya dengan semangakt kebersamaan, dibangunlah suatu rumah besar dengan bentuk dan konstruksi yang spesifik. Material utama diambil dari hutan sekitar. Rumah besar ini kemudian dikenal dengan nama Siwaluh Jabu.
Proses Pembangunan Rumah Adat
Pembangunan bangunan ini membutuhkan banyak dukungan, baik dari pihak pemilik rumah maupun elemen elemen luar seperti tukang ahli dan dukun desa. Pembangunannya tergolong sulit dan berat sehingga membutuhkan waktu lama untuk penyelesaiannya (kurang lebih 1 tahun). Seperti kebanyakan pembangunan rumah adat, maka ada suatu unsur adat yang mengikat pembangunan rumah ini. Adapun tahapan-tahapan pembangunan rumah adat ini sebagai berikut :
1. Padi-padiken Tapak
Rumah
Beberapa keluarga yang hendak
mendirikan rumah adat menentukan dan mencari lokasi tapak rumah yang bakal
dibangun. Setelah pertapakan itu diperoleh dan dianggap baik letaknya, barulah
diadakan suatu acara yang nama acara terserbut ialah “padi-padiken tapak
rumah”. Tujuan dari acara ini adalah untuk mengetahui apakah tapak itu membawa
berkah, serasi, dan tidak menimbulkan malapetaka dikemudian hari bagi
penghuninya. Pada peristiwa ini digunakan bantuan seorang dukun untuk
mengetahui keadaan tapak tersebut.
2. Ngempak
Setelah mendapat pertapakan yang
baik, maka penghuni rumah tersebut mencari dan menetapkan satu hari yang baik
melalui perantara seorang dukun untuk pergi ke hutan dan mengambil bahan kayu
yang akan digunakan sebagai material utama rumah tersebut.
3. Ngerintak Kayu
Setelah kayu yang diperlukan telah
selesai ditebang, maka para pendiri rumah membagi-bagikan sirih kepada warga
kampung sebagai lambang undangan minta bantuan menarik kayu dari hutan.
4. Pebelit-belitken
Sebelum dimulai pembangunan,
biasanya diadakan sebuah acara bernama pebelit-belitken
yang dihadiri oleh keluarga-keluarga yang hendak mendirikan rumah, anak beru, senina, dan kalimbubu serta tukang yang mengerjakan rumah tersebut. Acara ini
tidak lain bertujuan untuk mengikat suatu perjanjian antara keluarga pendiri
rumah dengan tukang ahli.
5. Mahat
Beberapa hari setelah acara pebelit-belitken tukang ahli dapat mulai
melakukan tugasnya. Bahan-bahan kayu yang tersedia mulai diukur dan dikupas
dengan ‘beliung’ atau semacam kapak. Pekerjaan dilanjutkan dengan membuat
lubang pada batu alam.
6. Ngempaken Tekang
Setelah tiang besar (kayu)
didirikan diatas batu pondasi, demikian juga susunan rangka kayu di bagian
bawah (lantai), maka pekerjaan telah selesai separuhnya. Pekerjaan dilanjutkan
dengan mengangkat dan menaikkan belahan balok panjang yang berfungsi menahan
dan sebagai tempat tutup tiang sebelah atas yang letaknya dibuat memanjang.
7. Ngempaken Ayo
Setiap rumah adat yang hendak
dibangun haruslah memiliki ayo atau
sebutan bagi bagian depan dari atap rumah tersebut yang terbuat dari anyaman
bambu serta diberi corak dengan cat buatan sendiri berbentuk segitiga. Anyaman
bambu dijepit dengan kayu di pinggir-pinggirnya sebelum diangkat dan dipasang.
8. Memasang
Tanduk
Pemasangan tanduk menjadi suatu
keharusan dalam pembangunan rumah adat ini. Tanduk terdiri dari sepasang tanduk
kerbau yang letaknya dipasang dipuncak atap dan dilektakan dengan tali ijuk
serta semacam perekat yang dicat putih.
Susunan Jabu dalam Rumah Adat
google.co.id 5 November 22.32 |
Pada
dasarnya rumah adat Karo terdiri dari delapan jabu yang diatur sesuai kedudukan dan fungsi keluarga yang tinggal
di rumah itu. Jabu sebagai tempat
tinggal satu keluarga dan setiap jabu dihuni
oleh satu keluarga yang masih memiliki pertalian darah dengan keluarga lainnya.
Susunan Jabu dalam rumah adat Karo adalah sebagai berikut :
1. Bena
Kayu
2. Ujung
Kayu
3. Lepar
Bena Kayu
4. Lepar
Ujung Kayu
5. Sedapurken
Bena Kayu
6. Sedpurken
Ujung Kayu
7. Sedapurken
Lepar Ujung Kayu
8. Sedapurken
Lepar Bena Kayu
Jenis Rumah Adat Karo
Rumah adat karo dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis dan ditinjau dari dua hal, yaitu :
a.
Bentuk Atapnya
b.
Binangunnya (rangka)
a.
Rumah adat Karo ditinjau berdasarkan
Bentuk Atapnya
-
Rumah Sianjung-anjung
Rumah Sianjung-anjung memiliki muka empat ataupun lebih.
Rumah Sianjung-anjung memiliki muka empat ataupun lebih.
diunduh pada 06 November 2012 00.34
|
-
Rumah Mecu
Rumah
ini bentuknya sederhana, sama seperti rumah-rumah pada umumnya dan mungkin yang
membedakannya adalah proses pendiriannya, penghuninya, fungsinya, serta model
atapnya. Rumah Mecu ini bermuka dua dan mempunyai sepasang tanduk.
b. Rumah
adat Karo ditinjau berdasarkan Binangunnya
-
Rumah Sangka Manuk
Rumah sangka manuk adalah rumah yang binangunnya(tiang) dibuat dari balok yang bertindihan.
Rumah sangka manuk adalah rumah yang binangunnya(tiang) dibuat dari balok yang bertindihan.
diunduh pada 06 November 2012 00.34
|
-
Rumah Sendi
Rumah yang binangunnya yang berdiri dan masing-masing binangun itu dihubungkan dengan balok satu dengan lainnya sehingga menjadi sendi(padu) dan kokoh.
Rumah yang binangunnya yang berdiri dan masing-masing binangun itu dihubungkan dengan balok satu dengan lainnya sehingga menjadi sendi(padu) dan kokoh.
diunduh pada 06 November 2012 00.34
|
Konstruksi
Rumah Siwaluh Jabu
Pembangunan
rumah adat ini menggunakan tiga jenis kayu, yaitu kayu ndarasi, ambertuah dan
sibernaek. Pada pemasangan tiap-tiap bagiannya tidak digunakan paku samasekali.
Hanya menggunakan pengikatan dengan tali ijuk untuk menyatukan tiap-tiap
bangunannya. Terkadang juga digunakan suatu bahan untuk merekatkan bagian yang
dibuat dengan bahan-bahan dari hutan.
Beberapa
bagian pembentuk konstruksi rumah ini antara lain :
1. Pondasi
atau Palas
Palas terbuat dari batu-batuan yang
diambil dari gunung ataupun sungai. Batu ini dugunakan sebagai pondasi rumah
adat ini. Bebatuan ini akan dilubangi bagian atasnya supaya beberapa bahan yang
menurut masyarakat setempat dapat mendukung kekuatan dan kekokohan bangunan
ini. Bahan ini antara lain yaitu
belo cawir (sirih), besi mersik,
dan ijuk.
Hal ini tentu berkaitan dengan lokasinya yang diapit kedua gunugn sehingga
sering sekali terjadi gempa. Konstruksinya tentu spesifik dengan konstruksi
tahan gempa.
Selanjutnya batang-batang kayu yang
ujungnya telah diruncingkan, dimasukkan ke dalam bolongan batu dan kemudian
digunakan sebagai kolom bangunan ini. Batu palas kemudian dipendam sebagian ke
dalam tanah agar tidak mudah bergeser.
diunduh pada 02 November 2012 06.47
|
2. Tangga
Pada bangunan ini dibutuhkan tangga
untuk memasukinya karena letaknya yang beradap pada ketingian dua meter dari
muka tanah. Tangga terbuat dari bambu berdiameter kurang lebih 15 cm. Terdapat
dua buah tangga. Di bagian muka berjumlah tiga sedangkan di bagian belakang berjumlah lima.
diunduh pada 02 November 2012 06.47
|
3. Serambi (Ture – Naki-naki)
Merupakan
bagian muak yang tersusun dari rangkaian bayu yang rapat (diameter kurang lebih
10-15cm). Bagian ini merupakan tempat yang pada siang hari digunakan untuk
menganyam bagi kaum wanita, dan tempat pertemuan pada malam hari. Penopang
serambi ini adalah bayu yang memiliki diameter lebih besar.
http://pangasean-siregar91.blogspot.com/2009_11_01_archive.html
diunduh pada 02 November 2012 06.47 |
4. Dinding
Terbuat
dari jenis kayu yang sama dengan kolom, yaitu kayu ndrasi yang berbentuk papan
atau lembaran. Masing-masing papan ini diikat dengan tali retret yang terbuat
dari ijuk atau rotan. Penalian ini menggunakan suatu pola anyaman yang disebut
pola cicak. Dinding ini tidak dibentuk lurus, namun memiliki kemiringan sekitar
40° keluar. Dinding ruang bangunan yang miring ini juga sebagai
lambang pertemuan dunia tengah yang dipercaya sebagai tempat tinggal manusia
dengan langit yang dipercaya sebagai tempat para Dewa bersemayam.
sinabungjaya.com
5 November 2012 22.46
|
issaragih.wordpress.com
5 November 2012 22.58
|
5. Suhi Cuping (sudut dinding)
Terbuat dari kayu yang sudah tua,
yang berupa lembar papan yang berukuran 4x30cm. Posisinya terletak pada sudut-sudut
dinding yang berfungsi untuk menahan
dan memikul dinding.
Pemasangannya dengan menggunakan
sambungan pen. Cuping ini dibentuk dengan pola ukiran.
6. Pintu
Terbuat
dari kayu yang sudah tua berupa dua lembaran kayu tebal yang masing-masing
berukuran 5 x 40 cm. Tinggi pintu dibuat
setinggi orang dewasa dengan posisi kedua pintu menghadap ke arah timur dan
barat.
Dipasang pada dinding bangunan yang miring,
di atas balok bulat yang dipasang mengelilingi bangunan. Balok ini sendiri berfungsi untuk menahan
dinding bangunan.
7. Labah –
Jendela
Jendela
terbuat dari papan yang berukuran 8x30 cm. Dibuat miring 40 cm keluar mengikuti
kemiringan dinding. Terdapat 8 buah jendela. 2 di bagian depan, 2 di
belakang, dan 4 di kanan kiri bangunan.
8. Atap
Penutup atap rumah adat karo ini
terbuat dari ijuk yang bersusun-susun sehingga mencapai tebal 20 cm. Rangkanya sendiri terbuat dari bambu yang di belah sebesar 1 x 3 cm dan di ikat dengan rotan dengan jarak antar bambu 4 cm. Fungsi utama dari
bentuk ujung atap yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam
rumah.
diunduh pada 02 November 2012 06.47
|
diunduh pada 02 November 2012 06.47
|
Rumah adat siwaluh jabu ini
berbentuk rumah panggung dengan ketinggian dua meter dari permukaan tanah.
Ukuran rata-rata bangunan ini adalah 17×12 m2 dengan ketinggian
kurang lebih 12 m. Bangunan ini simetris pada kedua porosnya, sehingga pintu
masuk pada kedua sisinya terlihat sama. Rumah adat Batak Karo dibangun dengan 16 tiang yang bertumpu pada batu-batu alam berukuran besar (pondasi). Terdapat
pembagian penyaluran beban dari bangunan terhadap pondasinya, dimana delapan
dari tiang-tiang ini menyangga lantai dan atap, sedangkan yang delapan lagi
hanya menyangga lantai saja.
Pada bangunan ini masih menggunakan struktur post and lintel, dimana pada
bagian atas bangunan (semacam plafon) merupakan suatu penyusunan antar kayu
yang dimana balok hanya menumpu pada kolom. Namun sudah ditemukan kemajuan
dimana sudah digunakan sistem sendi pada bagian lantai untuk mengikat balok
lantainya.
Daftar Pustaka
diunduh pada 2 November 2012 06.15
Diktat Kuliah dari repository.usu.ac.id
Diunduh pada 02 November 2012 06.38
diunduh pada 06 November 2012 00.34
diunduh pada 02 November 2012 06.47
diunduh pada 05 November 2012 22.46
diunduh pada 05 November 2012 22.32
diunduh pada 05 November 2012 22.45
diunduh pada 05 November 2012 22.34
http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/galeri/video/9/2134
diunduh pada 06 November 2012 00.43
Minggu, 11 November 2012
Bujur ibas ulasenndu bang. Sangat menarik dan menambah wawasan. :)